Jakarta, Ontimenusantara.com-Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta menggelar seminar keterbukaan informasi publik bertema “Gen Z Melek Informasi: Buka Data, Wujudkan Transparansi” di Kampus Universitas Mercu Buana (UMB), Meruya, Jakarta Barat, Jumat (20/6/2025).
Dalam sambutannya, Ketua KI DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat menegaskan bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) harus menjadi garda terdepan dalam mengawal keterbukaan informasi publik.
Terlebih, menyambut Hari Ulang Tahun ke-498 Kota Jakarta dengan tema “Jakarta Kota Global dan Berbudaya”, semangat transparansi dan partisipasi publik menjadi semakin relevan.
“Pasal 28F UUD 1945 itu menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Ini bukan sekadar norma di atas kertas, tapi harus diwujudkan dalam praktik nyata,” ujar Harry.
Harry juga menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah turunan dari hak konstitusional tersebut.
Dalam rangka memperkuat implementasi UU KIP, Komisi Informasi DKI Jakarta telah menjalin kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi, termasuk Universitas Mercu Buana, melalui nota kesepahaman (MoU) penerimaan mahasiswa magang di KI DKI Jakarta.
“MoU ini bukan sekadar formalitas, tapi kami dorong agar menjadi kerja sama yang hidup dan berkelanjutan. Mahasiswa bisa terlibat langsung, melihat bagaimana proses keterbukaan informasi dijalankan, dan bahkan mengujinya melalui mekanisme uji akses informasi,” jelasnya.
Harry menambahkan, kegiatan hari ini akan menjadi salah satu potret dalam penialain Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) dan menjadi bentuk keberpihakan kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi untuk mengedukasi masyarakat tentang keterbukaan informasi publik.
Ia berharap Universitas Mercu Buana sebagai kampus yang strategis untuk mendekatkan harapan konstitusional terkait keterbukaan informasi publik menjadi kenyataan.
“Saya berharap kegiatan Goes to Campus ini menjadi yang terbaik sepanjang masa. Teman-teman mahasiswa bisa berdiskusi, mengajukan pertanyaan, dan bahkan mempraktikkan uji akses informasi publik. Inilah cara kita menjadikan Gen Z tidak hanya melek digital, tapi juga melek informasi,” ujar Harry.
Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Mercu Buana, Erna Setiany, menyambut baik kegiatan tersebut dan menilai bahwa seminar ini merupakan langkah konkret dalam mewujudkan kepedulian terhadap transparansi yang dimulai dari dunia pendidikan.
“Ini adalah bentuk komitmen kita bersama untuk mendorong keterbukaan informasi publik di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Kami di perguruan tinggi memiliki tiga peran utama: mendidik, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Semuanya saling terhubung dengan semangat transparansi,” kata Erna.
Ia menambahkan bahwa Universitas Mercu Buana menyadari pentingnya membangun ekosistem inovasi yang tidak dapat dilakukan sendirian, tetapi harus melalui kolaborasi lintas sektor.
“Oleh karena itu, kerja sama yang akan kami tandatangani hari ini bukan hanya seremoni belaka, tetapi harus tumbuh menjadi kemitraan jangka panjang yang berdampak. Kalau dulu semangatnya kampus merdeka, sekarang harus menjadi kampus berdampak,” tegasnya.
Dalam seminar tersebut, Komisioner KI DKI Jakarta Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Agus Wijayanto Nugroho sebagai narasumber menjelaskan bahwa tugas utama Komisi Informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 adalah menyelesaikan sengketa informasi.
“Karena namanya Komisi Informasi, kadang orang mengira kami ini pusat informasi atau pusat data. Padahal, tugas utama kami adalah menyelesaikan sengketa informasi publik,” ujar Agus.
Ia menyebut Komisi Informasi adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan apakah suatu informasi bersifat terbuka atau termasuk informasi yang dikecualikan.
“Pemerintah boleh menetapkan informasi sebagai informasi yang dikecualikan, tapi hanya Komisi Informasi yang berwenang menentukan apakah pengecualian itu sah atau tidak,” lanjutnya.
Agus juga memaparkan alur sengketa informasi publik, dimulai dari permohonan informasi ke Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Jika tidak direspons atau ditolak, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID. Bila tidak ada penyelesaian, maka sengketa dapat diajukan ke Komisi Informasi.
“Jadi, tahapannya jelas. Ketika teman-teman mengakses informasi publik lalu tidak dilayani atau ditolak, bisa melakukan keberatan kepada atasan PPID. Jika masih tidak puas, barulah bisa disengketakan di Komisi Informasi,” tegasnya.
Agus juga menuturkan bahwa PPID memiliki peran strategis dalam pengelolaan informasi publik di setiap badan publik.
“Fungsi PPID memang mirip dengan humas, tapi jauh lebih luas. PPID bukan hanya soal citra atau komunikasi, tapi juga mengelola, mengklasifikasikan, dan bahkan menentukan informasi apa yang bisa diakses publik dan mana yang dikecualikan,” jelasnya.
Dengan pemahaman ini, Agus berharap para mahasiswa dan peserta seminar dapat memahami secara utuh bagaimana hak atas informasi publik dapat diakses dan dilindungi melalui mekanisme yang telah diatur oleh undang-undang.
Seminar Keterbukaan Informasi Publik menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Komisioner KI DKI Jakarta Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Agus Wijayanto Nugroho, Praktisi Keterbukaan Informasi Publik Nani Nurani Muksin, dan Akademisi Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, dengan Siti Muslihcatul bertindak sebagai moderator.
Kegiatan tersebut diselenggarakan secara hybrid dan diikuti oleh seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana serta peserta eksternal dari berbagai kampus, organisasi dan Komisi Informasi se-Indonesia.
(red*)